Tujuan Berpolitik Bukan Kekuasaan Semata

Tujuan Berpolitik Bukan Kekuasaan Semata

Senin, 10 September 2012 - 10:55 wib


Judul : Politik Tak Hanya Kekuasaan
Penulis : A Bakir Ihsan
Tahun : Cetakan I, 2012
Tebal : 220 halaman
Penerbit : Expose

Harapan terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan nilai-nilai demokrasi telah menjadi tuntutan yang hakiki dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dewasa ini. Upaya pengimplementasian nilai-nilai demokrasi tersebut sejalan dengan semangat dan cita-cita reformasi yang mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi dalam setiap aspek berkehidupan.

Namun dalam kehidupan perpolitikan nasional, demokrasi sering disalahartikan, diantaranya melalui sikap-sikap kritis terhadap keadaan bangsa tanpa adanya solusi yang comparable, kesadaran sikap serta rasa nasionalisme sebagai upaya penyelesaian permasalahan bangsa, sehingga tidak heran dinamika perpoliltikan Indonesia seakan tidak menghiraukan nilai-nilai yang berkembang sebagai fatsun politik.

Penggunaan kekuasaan dalam berpolitik sudah sering kita jumpai, sehingga seringkali dinamika yang berkembang berseberangan dengan nalar dan harapan rakyat kebanyakan, bahkan kerap memunculkan perselisihan diantara para elit politik yang pada akhirnya semakin menjauhkan bangsa ini dari tujuan demokrasi itu sendiri.

A. Bakir Ihsan seorang dosen dan intelektual muda yang memiliki kepedulian dan harapan perpolitikan Indonesia. Pak Bakir sapaan akrabnya beliau mampu mengembangkan wawasan politiknya. Bentuk kepedulian dan pengharapannya beliau tuangkan dalam bentuk tulisan menjadi sebuah buku dengan judul “Politik Tak Hanya Kekuasaan”. Jika kekuasaan menjadi tujuan berpolitik semata, segala cara akan dilakukan untuk merebut kekuasaan itu. Buku “Politik Tak Hanya Kekuasaan “ ini berisikan dalam berpolitik tidak harus bertujuan kekuasaan.

Setelah membaca buku ini kayaknya sedikit miris kalau melihat tingkah laku para anggota DPR kita. DPR kita ini sukanya plesiran, menghabiskan anggaran, dan sebagian juga ada yang tersangkut masalah asusila, perilaku dari para wakil rakyat yang terhormat selama ini harus menjadi pelajaran bagi calon anggota DPR yang akan datang. Semua ini menyangkut politik dan moral dan kekuasaan. Posisi anggota dewan adalah posisi politik dan didapatkan dari proses politik melalui mekanisme pemilihan umum, sementara moral terkait dengan perilaku dan etika politik bagi seorang anggota dewan dalam konteks mengemban kerja-kerja sebagai wakil rakyat  untuk bukan hanya sekadar kekuasaan.

Kasus suap anggota dewan juga mengindikasikan jauhnya dimensi etika yang ada dari para anggota dewan kita. Dari peristiwa ini, kita bisa menyimpulkan bahwa moralitas politik dan sensitivitas akan kepentingan rakyat serta kejujuran moral telah hilang dari diri anggota dewan. Semua ini harus mampu menjadi pelajaran berharga, sehingga anggota DPR mendatang, mampu mengemban amanat moralitas politik yang tercermin dari perilaku politiknya. Belum lagi berbagai kasus-kasus yang belum terungkap di DPR. Katakanlah misteri sang ketua besar dan bos besar. Pernyataan terdakwa Nazaruddin ini di pengadilan, akan menjadi alat politisasi yang ampuh untuk memojokkan pihak-pihak tertentu.

Seharusnya DPR selalu mengedepankan agenda-agenda kerakyatan yang seharusnya diimplementasikan, namun menjadi terabaikan. Yang ada justru hanya upaya mempertahankan kekuasaan dari satu periode menjadi dua periode atau melanggengkannya dalam satu lingkaran keluarga dengan mengabaikan norma berpolitik dan berdemokrasi yang bermartabat.  Buku ini mengingatkan bahwa politik tak hanya kekuasaan tetapi juga harus mengedepankan etika. Politik itu tidak hanya terkait dengan kekuasaan, tapi juga harus bermartabat karena politik juga menjembatani pelaku dalam meraih kekuasaan.

Reformasi yang berlangsung di Indonesia merupakan perubahan bertahap melalui proses yang terusmenerus dilakukan secara bersama-sama untuk kebaikan bersama. Buku ini sangat bermanfaat serta menambah wawasan dan pengetahuan kita di dalam melihat, mencermati dan memahami dinamika perpolitikan, baik dalam sudut pandang ketatanegaraan Indonesia maupun dalam teori dan pelaksanaan perpolitikan, sehingga mampu mengubah paradigma berkehidupan berbangsa dan bernegara kita menjadi lebih baik dan positif.

Peresensi: Fathur Anas, Tinggal di Jakarta

0 komentar: